Kamis, 22 Oktober 2009

PENYAIR "KURNIA EFFENDY" MEMBATIK PUISI

BATIK

Mungkin aku hanya selembar mori, awalnya 
Sebagai pembungkus jenazah, mengantarnya ke liang lahat: 
Lorong yang menghubungkan ke semesta yang lebih keramat 

Namun suatu hari tangan seni membentangkan diriku 
Seuntai garis, seberkas corak, menghias tubuhku serupa tatu 
Dirundung lilin cair dengan tekun, seperti prosesi embun 
Direndam dalam gelimang warna, mengisi ruang benang 
yang tak terlindung. Sebelum sorot surya mengekalkannya 
Demikian silih berganti, berhari-hari, berhati-hati 

Aku pernah menjadi mori, katun, kain satin, cita sutra 
Dan serat nenas menyusup ke dalam jalinan 
Dicium bibir canting dengan kesungguhan dan tiupan ruh  
sang juru sungging. Mata yang teduh menatap sabar penuh kasih 

Agar tiap bercak, lengkungan, dan tebal-tipis rona, memiliki irama 
Berbeda antara satu dan tangan mumpuni yang lain, tercipta sejumlah nama 
Untuk tiap kelahiran di pedalaman maupun pesisiran 
Bermacam cara membentuk citra tak serupa, antara tulis dan tera 

Ke pelbagai negeri keluargaku bermuhibah, hingga antah-berantah 
Tercatatlah tempat lahir yang menjadi buah bibir: 
Surakarta, Yogyakarya, Pekalongan, Cirebon, Banyuwangi, Garut,  
Tegal, Lampung, Palembang, Makassar, Banjar, dan seantero yang lain 

Mungkin aku pernah ningrat dalam buaian sayang pemilik darah biru 
Namun tak menolak turun anjangsana ke pelataran rakyat jelata 
Mengiringi perjalanan para saudagar, menghias tubuh pengantin,  
Menjadi selendang penari, mewarnai pelbagai festival dan karnaval 

Janjiku dari Tanah Pertiwi:  
”Kepada siapa pun aku ingin mengabdi  
sebagai jati diri.” 


Jakarta, 2 Oktober 2009 
Sumber: http://sepanjangbraga.blogspot.com/


1 komentar: