BATIK
Mungkin aku hanya selembar mori, awalnya
Sebagai pembungkus jenazah, mengantarnya ke liang lahat:
Lorong yang menghubungkan ke semesta yang lebih keramat
Namun suatu hari tangan seni membentangkan diriku
Seuntai garis, seberkas corak, menghias tubuhku serupa tatu
Dirundung lilin cair dengan tekun, seperti prosesi embun
Direndam dalam gelimang warna, mengisi ruang benang
yang tak terlindung. Sebelum sorot surya mengekalkannya
Demikian silih berganti, berhari-hari, berhati-hati
Aku pernah menjadi mori, katun, kain satin, cita sutra
Dan serat nenas menyusup ke dalam jalinan
Dicium bibir canting dengan kesungguhan dan tiupan ruh
sang juru sungging. Mata yang teduh menatap sabar penuh kasih
Agar tiap bercak, lengkungan, dan tebal-tipis rona, memiliki irama
Berbeda antara satu dan tangan mumpuni yang lain, tercipta sejumlah nama
Untuk tiap kelahiran di pedalaman maupun pesisiran
Bermacam cara membentuk citra tak serupa, antara tulis dan tera
Ke pelbagai negeri keluargaku bermuhibah, hingga antah-berantah
Tercatatlah tempat lahir yang menjadi buah bibir:
Surakarta, Yogyakarya, Pekalongan, Cirebon, Banyuwangi, Garut,
Tegal, Lampung, Palembang, Makassar, Banjar, dan seantero yang lain
Mungkin aku pernah ningrat dalam buaian sayang pemilik darah biru
Namun tak menolak turun anjangsana ke pelataran rakyat jelata
Mengiringi perjalanan para saudagar, menghias tubuh pengantin,
Menjadi selendang penari, mewarnai pelbagai festival dan karnaval
Janjiku dari Tanah Pertiwi:
”Kepada siapa pun aku ingin mengabdi
sebagai jati diri.”
Jakarta, 2 Oktober 2009
Sumber: http://sepanjangbraga.blogspot.com/
Kamis, 22 Oktober 2009
PENYAIR "KURNIA EFFENDY" MEMBATIK PUISI
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Inda sekali mas, seperti corak batik Jambi haa
BalasHapus